ia pun ikut sibuk seperti kepala : mengatur kotak-kotak beragam ukuran dengan anak-anak panah berseliweran, di mana di dalam kota-kotak tadi tersebar buah pikir ini dan itu dan pada anak-anak panah yang terselip di sela-selanya terarah asal dan tujuan. lalu lama-lama ada semacam rak buku dari besi yang ikut pindah ke dalamnya, menjejerkan buku ini di sini dan buku itu di situ. buku ini tentang ini dan buku itu tentang itu dan keduanya tidak boleh berada pada deret yang sama. dan pada akhirnya bertambah tangga-tangga penghubung hati dan kepala, juga tukang tata yang sibuk berlalu-lalang di atasnya, menjadikan keduanya ruang-ruang yang serupa (tapi tetap tak sama).
maka lupalah ia (hati) untuk merasa.
ada partikel-partikel layaknya debu di pojokan, yang sibuk memantulkan cahaya matahari, yang terabaikan. seakan kini terang dan gelap tak lagi jadi soal. belum lagi jelaga, ketakutan, keraguan dan ketidaksabaran yang tanpa sadar melingkupi ruang hati (dan mungkin juga kepala), menutupi setiap muka, tanpa peduli apakah itu dinding atau jendela atau (jangan-jangan) pintu.
maka perlahan menjadi kerdil ia (hati).
tak bisa lagi membedakan (kapan sebaiknya) berbagi dan menyimpan. tak bisa lagi membedakan mana mengeraskan kepala (sendiri) dan menghancurkan diri (orang lain). tak bisa lagi membedakan mana membesarkan hati (sendiri) dan mengecilkan hati (orang lain). membiaskan batas antara memikirkan rasa dan merasakan rasa.
hingga sampai ia pada titik : beranjak atau mati.
lalu pelan tapi pasti, kepala pun membebaskan beberapa biliknya. memberikannya pada kotak-kotak, juga rak-rak buku, yang tersebar dalam ketidakteraturan di dalam hati.
dengan senang hati mereka kembali. menyisakan ruang kosong dalam hati. memberikannya waktu untuk merasakan semacam kehampaan. memberikannya waktu untuk tidak terganggu apapun kecuali ia sendiri. memberikannya waktu untuk membereskan semuanya, untuk menepis segala gradasi warna kelabu, untuk membuka kembali jendela-jendelanya. dan lalu membiarkan cahaya matahari masuk, membiarkan debu-debu di pojokan menari mengantarkannya ke seluruh penjuru ruang. mengembalikan gelap dan terang pada maknanya masing-masing.
hati, akhir-akhir ini, adalah seperti bumi : berpusing dan berkeliling.
menjelajah semesta, pada orbit yang telah ditentukan baginya. menyusup pada pagi dan malam, menjadikan kebahagiaan juga kesedihan, seperti gelap juga terang, bermakna dalam hadirnya.
dan segala sesuatu (sesungguhnya) adalah tepat pada waktunya.
No comments:
Post a Comment