29.9.11

aku berdoa padaMu Tuhan, untuk kejernihan pikir, ketenangan batin, kelapangan jiwa, serta kebesaran hati.
juga kekuatan untuk menjalankan segala ketetapanMu untukku, untuk menjalankan apa pun yang harus aku jalankan dalam mewujudkan mimpi dan cita-cita ini.
juga untuk menjadikan aku sebagai hambaMu yang sabar, ikhlas dan tawakal.

kuserahkan segala urusanku padaMu Tuhan, mereka yang berada di luar kuasaku.

hanya padaMu aku mohon kekuatan. hanya padaMu aku berserah diri. wahai Penguasa Langit dan Bumi.




26.9.11

cara terbaik untuk patah hati adalah 
dengan jatuh cinta 
kepadamu.
selamat malam masa depan,

atas nama pelangi setelah hujan, perjalanan dengan kereta api, sawah-sawah hijau, ilalang, surau di tengah kampung, suara adzan maghrib, lelaki impian, anak perempuan, dan cita-cita,

aku rindu setengah mati padamu.

tidakkah kau sudi bisikkan lewat suara tuhan,
bahwa kau akan datang, sebentar lagi. sehingga aku pun akan ingat kembali bahwa hari ini pernah menjadi masa depan. bagiku di suatu waktu yang lalu, di suatu tempat yang masih di sini.

dan kala itu pun, begini, aku berkata pada hari ini,

selamat malam masa depan,
atas nama petualangan, kesendirian, cinta dan persahabatan, suara gitar dari rumah sebelah, pohon mahoni dan flamboyan, lelaki kelas sebelah, keluarga berencana dan umur yang panjang,
aku rindu setengah mati padamu.

25.9.11

pada jarak sepelemparan batu kau berteriak.
kuduga kau memanggilku, tanpa kau sebut namaku pertama-tama, betul?
lalu aku pun pura-pura tuli.

dan terhadap rasa yang ikut mencabik-cabik hati dari dalamnya, aku pun pura-pura buta.

pada jarak sepelemparan batu kau pun berpaling.
kuduga kau mencari-cari siapa yang bisa kaupanggil tanpa perlu kausebut namanya, betul?
lalu aku pun pura-pura tak peduli.

dan terhadap gentar yang ikut menyekap hati dari luarnya, masihkah aku dan kau sama-sama pura-pura buta?


tidakkah aku dan kamu sama saja.
kita sama-sama terlalu takut, betul? itu saja.
itu saja yang ternyata adalah segalanya.

23.9.11

“The best way to predict the future is to design it."

-- Buckminster Fuller


note : "urban designer? what's left to design? it's already ruined. why bother thinking about it?" "because it bothers me whenever i think about spaces on which i could let my children play freely in the future. it bothers me more whenever the possibility of seeing them grow unhappy, or worse such as being ignorant, is crossing in my mind. and it bothers me the most if i ever to stop following my intuition just because others tell me it's no use."
mencintaimu, hatiku itu seperti pasir. semakin ingin kugenggam erat-erat agar debarnya tak terbaca olehmu, semakin lolos ia dari sela jemari. lalu dibutuhkannya berember-ember air untuk membangun istana darinya. istana penyimpan cinta untukmu, yang ingin kulihatkan padamu pada saat matahari tenggelam nanti sore. karena itu kuminta padamu, bertemulah kita di tepi pantai saja, tempat limpahan air bernaung pada wadah besarnya. berkali-kali istana setengah jadi ini hancur, berkali-kali pula akan kubangun kembali. karena ada rasa yang satu, untukmu yang satu, untuk jadikan masa depan yang dua itu jadi satu pula. maka sabarlah menunggu hingga langit memerah nanti, wahai sang penjaga gerbang surga.


- (seorang) per.empu.an.

22.9.11

sang labirin.

berderap serentak detik-detik masuki labirin pikir,
sambil bersenandung suka-suka, lantunkan senang dan sedih.

berketak-ketuk tumit sepatu mereka pada lantai upacara,
sesekali pada dinding di samping-sampingnya, sebelum mereka jatuh terjengkang ke belakang, lalu menindih topi-topi yang telah lepas pertama-tama.

hingga lalu sunyi senyap mereka tak bernafas,
menahan takut dan tanya, di mana jalan keluar,

sedang semakin bertumpuk mereka, lewati batas menit.
sedang terlalu banyak pintu tiruan yang ketika mereka membukanya hanya membuat mereka semakin merasuk ke dalam sang labirin.

sang labirin itu, seperti juga hal-hal lainnya di dalam diri, pun punya nama. yaitu ingatan yang termiliki.

cinta segitiga.

lihat namanya saja, cinta segitiga, tahu saja ia menyesatkan.
karena seakan-akan harus menjatuhkan pilihan.
karena seakan-akan yang satu benar dan yang lainnya itu salah. seakan yang satu terberkati dan yang satu tercela.

karena jatuh cinta itu seharusnya mati-matian. pada satu orang saja.
apakah pada ia yang sama dulu dan sekarang, apakah pada ia yang sama di sini dan di sana.

karena jatuh cinta itu seharusnya juga biasa-biasa saja.
cukup cinta saja yang jatuh, bukan pilihan.

21.9.11

(ref)rain.

hujan.

adalah serupa ulangan titik yang mendarat gaduh kecuali pada tanah yang memeluknya.
adalah serupa nyanyian awan yang berat hati menahan beban hingga menghitam dan menggumul ia.

maka hujan adalah juga serupa teriakan tertahan untuk matahari, yang gemanya hingga ke awal bianglala.

belantara.

belantara menyesatkan, karena benak tak berkompas.
hati pun redupkan percaya pada diri. hingga padam dan rasa seram menusuk-nusuk tengkuk.

dari jauh tampak cahaya-cahaya. kudekati.
ternyata banyak sekali punggung-punggung melengkung.
lalu adalah lentera yang tadi kukira kunang-kunang. terang seadanya yang mereka ayunkan sana sini.
mereka bilang :
ini untuk mencari keping-keping masa lalu yang menyamar jadi putri malu, juga dandelion.

punggung-pungung menegak tiba-tiba. lentera pecah.
kaget, aku bertanya : ketemu?
mereka lalu menunjuk rawa-rawa. dan botol-botol yang nyaris tenggelam, dengan kertas surat berwarna khaki di dalamnya. sekali lagi, mereka bilang :
itu surat-surat cintamu untuk waktu. sayang sekali dia sudah lalu. atau kamu mau hidup di dasar rawa?

mungkin mataku bilang tidak. karena mereka lalu bilang :
ke sana. itu jalan keluar. belantara tidak menyesatkan. itu kamu dan hatimu yang tersesat.

19.9.11

adalah laba-laba yang merasa asing pada jaring-jaring tipis yang dibangunnya.


saat seperti ini memang akan datang, cepat ataupun lambat.
saat membersihkan jaring laba-laba,
saat mempertanyakan kembali arti setiap lembar halus yang terbentang rapuh.

laba-laba pun ingin berkelana.
untuk mengerti (lagi) apa arti sendiri baginya,
untuk mengerti (pula) apa artinya itu bersama.

menghapus jejak di pojokan dinding,
adalah untuk dilupakan,
adalah untuk nanti kembali, dan bertanya, ingatkah kamu?

18.9.11

paku. terinjak ia oleh kaki, untung tidak menusuk hati ia.
infeksi pada kaki terketahui, lalu terobati. luka pada hati tersembunyi, lalu membusuk lama-lama ia.

kecuali kamu percaya waktu adalah obatnya.
aku? tentu tidak percaya.

17.9.11

pada koma aku menghela.
pada titik aku berlari.
pada garis aku menepi.
pada bidang aku bermimpi.

lalu pada kitab, aku (nanti) akan bercerita.

15.9.11

kutunggu kamu,
hai jiwa yang kesiangan 
dan mabuk mimpi.

pada persimpangan 
di depan, 
jika bisa kamu mencapainya sebelum aku 
(terlanjur) pergi.

13.9.11

2012. dan titik nol.

London, dua ribu duabelas, dan kamu, di depan pintu.

Berkarung surat cinta yang tak pernah kukirim, kini kuseret lewat udara. Mempertemukan mereka denganmu, yang diam-diam menyembunyikan ciuman pertama, adalah rencana yang selalu tercatat di dalam hati.

Waktu itu aku masih percaya, Tuhan punya jadwal setiap malam untuk berbicara pada satu-satu manusianya. Dan waktu itu aku percaya, malam itu, adalah giliranku. Dan waktu itu, ternyata Tuhan mengajakku bicara tentang kamu.

Tak ada album hitam putih. Apalagi kartu remi untuk meramal. Hanya ada serupa nama yang terdengar sayup, tanpa wajah. Dengan gelisah aku pun berlari menyusuri pintu-pintu yang terkawal oleh pilar-pilar dingin dan kaku. Dengan gelisah, kucari seraut wajah yang kuyakin akan kumiliki di masa depan.

Tapi aku menginginkannya sekarang!

Dan Tuhan, mungkin akan berkata, betapa manjanya manusia ini. Namun tetap dengan senyum, sebelum menutup malam, Tuhan selipkan secarik kertas di antara kedua telapak tanganku.


pada suatu tempat, di mana kamu tidak lagi bermimpi
pada satu persimpangan, di mana kamu tertatih-tatih berdiri.
pada suatu waktu, di mana kamu tidak lagi mencari bahagia
pada suatu jeda, di mana kamu bersakit-sakit mencinta.

ada kamu dan kamu, yang telah lupa tentang saling menunggu.
ada kamu dan kamu, yang akhirnya ingat untuk saling temukan.

(in)somnia.

gentar ini tak terseberangi.
kantuk ini tak terlelapi.
rindu ini tak (juga) tersudahi.

seperti musim tak bertepi.
lintang tak (lagi) bermatahari.


begitu tutur baris-baris dalam surat dari utara,
jika betul ia jatuh lewat angkasa. 
every once a while, i (also) tend to forget, that it's not along with a great power comes the greater responsibility. 


it comes along with a great passion. 


(once again, inspired from Sungkyunkwan Scandal, a kdorama)

11.9.11

tak ada waktu.

tak ada waktu yang bisa berdansa polka.
mereka tahu hanya berderap tentara.
bersenjatakan sesal, bukan sepatu bertumit delapan senti dan berujung satu sentimeter persegi.

tak ada waktu yang mau memanjat dinding kendi.
berkotor-kotor dengan tanah yang padahal kering ia.
berkubang dalam gelap, bukan sebuah pusaran yang membeku.

tak ada waktu yang akan menangkap bayang-bayangmu.
ia hanya tahu menipu.
yang lalu membuatmu penuh dengan sesal dan seakan berada dalam gelap.


tak ada waktu yang tersisa pada kaki pelangi.
mereka (semua) terlalu sibuk berlari membuat lintasan tujuh warna.
tak ada lagi (waktu) yang ingat untuk tetap menjadi jarak antara aku dan kamu.

pada kota yang kesepian.

pada kota yang kesepian,
detik menari, pasir berlari.
dari pori-pori telapak kaki hingga sampai ia pada ubun-ubun.
pada kota yang kesepian,
aku mencarimu. 
pada batu-batu setapak, pada neon-neon sepanjang jalan.
pada kota yang kesepian,
aku memanggilmu, 
berteriak menembus belantara beton dan bata. berbisik dari balik sisa-sisa daun.
pada kota yang kesepian,
aku mendengar sahutmu, 
betul itu namaku yang kausebut? dari benakmu, dari hatimu? karena ia meluncur pelan.
pada kota yang kesepian,
kupertanyakan kembali debarku untuk kamu, 
di depan senyum yang kutunggu sambil menghitung waktu.
pada kota yang kesepian,
segala sesuatunya itu abadi, rasa juga cinta. 
juga perih yang bersembunyi di dalamnya.

pada kota yang kesepian,
kutinggalkan kamu, tanpa selamat tinggal. apalagi sampai jumpa
tanpa pernah berbalik, berbekal semata hati yang terbungkus rapat-rapat.

8.9.11

every once a while, there're perfect times to pause. 
and enjoy, not the scenery but, the hectic tension of intersections.


those aren't things you could have everyday.

7.9.11

when you need no reason to fall in love nor to fall out of it, you wouldn't need any to (choose to) stay within it as well.


or would you?


and one thing, i never knew that not being able to say "i miss you. so much." could be this torturing. 


if only a 'goodbye' could be canceled. or erased. or discarded. yet unfortunately it is a one-round decision, which is among of things those couldn't ever be evaluated. for the rest of time. it's signed with a 'no turning back'. once said, then it's done.


however, i've just found out that this 'goodbye' indeed was never related with 'falling out of love'. 


or am i wrong?

5.9.11

botol.

tidakkah indah melihat cinta yang terkurung di dalam botol?

laksana udara, ia tembus pandang, hanya saja warnanya adalah rona merah jambu, dan harus ditangkap pada jam-jam tertentu di bawah purnama. jika tidak, warnanya akan menjadi rona biru muda. itu warna hati yang (justru) patah.

september | 3

kalau suka menulis, lalu sekali-sekali mendadak rasanya tidak bisa menulis apa-apa, mungkin yang seharusnya dilakukan bukan berhenti menulis lalu rehat entah kemana. tapi tetap menulis.

menulis dengan cara yang tidak seperti biasa. menulis sesuatu yang tidak biasa ditulis. menulis untuk orang yang berbeda dengan biasanya.

lalu, jika biasanya menulis karena tertawa atau menangis, kali ini menulis justru supaya bisa tertawa dan menangis. jika biasanya menulis untuk mengejar apa yang berlalu-lalang di dalam kepala atau berputar-putar di dalam hati, kali ini menulis justru supaya kepala penuh oleh jejak-jejak pikiran dan supaya hati ikut pening berpusing bersama rasa yang terlahir setiap detik.

lalu, jika biasanya menulis surat cinta, sekali-sekali tulislah surat kebencian. jika biasanya menulis tentang mimpi, sekali-sekali tulislah tentang bunuh diri.

lalu, jika biasanya menulis untuk melarikan diri, kali ini menulislah untuk pulang.

september | 2

berjarak duabelas lantai, senandungmu sampai lewati telingaku hingga turun ke dada
sebuah lagu tentang tempat pulang, lagu selamat datang cinta.

bersekat dinding-dinding tipis tak kedap suara, senyummu yang tak henti-henti terlihat sejelas di balik kaca
segaris senyum penantian, senyum yang hadir karena adanya percaya.

lalu di luar hujan.

dan pada anak tanggak ke-delapan aku terduduk, sejenak ada ragu mengetuk :
betul aku tidak salah alamat?
karena selain suaramu dan senyummu, 
aku lupa bagaimana rupamu. aku lupa bagaimana matamu. 
aku lupa bagaimana aku pernah mengenalmu. 
dan aku tak tahu bagaimana nantinya jika jarak antara kita tinggal pintu yang terbuka.


jam tujuh malam. dan hujan telah berhenti.

bukankah ini waktu pulang yang kujanjikan tadi pagi?

3.9.11

september | 1

rasanya rindu juga mendengar suara goretan pensil, atau pulpen 
yang sibuk menggurat lembar-lembar kertas putih bergaris, 

menggambarkan suara yang menari-nari di dalam kepala, 
yang berakar dari butiran-butiran rasa yang berputar tak kenal henti di dalam hati. 

.
catatan : jika tiba waktunya hati semakin tidak bisa dibohongi, hanya keberanian satu-satunya cara untuk mengayun langkah (baru), dengan arah dan kecepatan yang (lebih) sesuai dengan bisikan hati. kiranya mau berlindung di balik "mengumpulkan keberanian" sampai kapan?


.
Climb every mountain, search high and low, follow every highway, every path you know.
Climb every mountain, ford every stream, follow every rainbow, 'till you find your dream.

A dream that will need all the love you can give, 
every day of your life  for as long as you live.

(Climb Every Mountain - Sound of Music)

2.9.11

27 | kereta.

rasa itu tumbuh pelan, 
dan stagnan seperti laju kereta saat awal ia meluncur tinggalkan stasiun. 

hingga lewat satu titik henti, entah di mana 
dengan plang nama tertutup malam. ia lalu melaju sekencang-kencangnya, 

tak terhentikan. dan saat di ujung nanti, 
ada hangat yang menyelubungi. 


kiranya rasa pun punya perjalanan bak kereta : ada berangkat, ada pulang.