12.1.12

(ter)sesat.

mata angin tak sempat berpusing,
namun arah (telah) terlanjur terpatri.

adakah peta berskala perasaan,
yang sanggup selubungi jiwa menembus dimensi ruang,
yang sanggup pecahkan abstrak hingga serpih logika terkecil?

adakah penunjuk waktu tak berlonceng,
yang sanggup lapangkan dada merangkum guliran masa,
yang sanggup petakan ingatan bahkan yang tak tercatat lekukan dalam kepala?


dan sungguh, (ter)sesat adalah kala angin sembunyi,
(berlari) dari menghembuskan tanda pada ruang dan waktu.

11.1.12

satu rintik hujan 
terserap, hilang dalam tanah


namun ia abadi : 


pada setiap lembar hijau daun, pada setiap helai merah jambu kelopak bunga, 
dan pada setiap tetes embun yang tak sempat tertangkap pagi.

hijauku (bukan) hijaumu.


i still, however, have this dream of seeing his performance live on stage in New York City, one day...

Kalau ada satu hal yang berhenti saya lakukan seiring dengan semakin mendekati akhir 2011 yang lalu, maka itu adalah "merasa iri dan mudah terintimidasi".

Ya, betul, sebagai seorang perempuan Aries (lagi-lagi bawa-bawa astrologi), saya memang sangat mudah sekali merasa terintimidasi, yang (biasanya) diawali dengan rasa iri. Ini membuat saya lebih susah untuk ikut senang jika orang lain senang. Perasaan "seharusnya saya juga bisa seperti itu" sangat mendominasi, dan mengganggu ketenangan hidup. Sedikit melihat betapa hijaunya rumput tetangga langsung membuat senewen tingkat tinggi. Hidup dan apapun yang saya lakukan di dalamnya jadi terasa terkejar-kejar oleh sesuatu yang sebenarnya hanya dan hanya ada dalam pikiran saya sendiri.

Capek?  Tentu saja.

Maka saya sangat bersyukur ketika akhirnya sebuah proses dan perjalanan bisa membawa saya pada satu titik di mana saya tidak peduli lagi dengan itu semua. Saya bisa memilih untuk tidak melihat hijaunya rumput pekarangan tetangga, tapi tentunya lain cerita kalau ternyata tetangga saya itu sangat suka sekali menongolkan kepalanya di atas tembok rumah saya sambil berkata ceria, "heyy, lihat pekarangan rumah saya dong!" Jder.

Saya bukan Tuhan. Saya tidak punya kuasa untuk membaca pikiran orang, apalagi menerka apa niat yang menyertai setiap ucapan mereka pada saya. Tapi, saya selalu, dan selalu, punya pilihan untuk tidak merasa terganggu dengan itu semua, apalagi merasa terintimidasi. Saya selalu punya pilihan untuk merasa damai dengan hijaunya rumput yang saya miliki sendiri, dan jika pun saya sampai merasa perlu untuk membuatnya lebih subur, lebih segar, dan lebih hijau, tentunya itu bukan karena saya melihat hijaunya rumput pekarangan tetangga, tapi lebih karena bagaimana saya bertanggung jawab atas sepetak rumput di pekarangan saya sendiri yang bahwa dia bisa tumbuh adalah satu anugrah tersendiri dari Tuhan.

Demikian.

Hijauku (bukan) hijaumu.

9.1.12

melepaskan.

"semesta adalah ruang di mana setiap jejak tertinggal akan tercatat oleh masa depan"

2011 memang tahun yang aneh. Kira-kira satu tahun yang lalu, di bulan Februari, saya menuliskan ini. Tahun ini, saat saya melakukan refleksi dan sampai pada tulisan tersebut, saya pun lalu menyadari benarnya pernyataan "berhati-hatilah kau dengan apa yang kau ucapkan".

Tentu saja, yang ada di kepala saya waktu menuliskan kata "let it go" itu berbeda dengan apa yang saya tangkap saat ini tentang kata tersebut. Waktu itu, niat saya hanya sesederhana melepaskan dia yang tidak boleh dipikirkan terus-menerus, dari dalam kepala dan hati saya. Itu saja. Tapi ternyata Tuhan mencatat kalimat tersebut secara "lain". Maka sebagai jawabanNya atas doa-doa saya di tahun 2011 yang lalu, adalah "tidak".

"Tidak" untuk selesai studi magister. "Tidak" untuk bertemu dengan calon pasangan jiwa saya.

Tiga perempat jalan dan saya pun sibuk bertanya-tanya, doa saya sederhana saja kan, Tuhan, sesulit itukah mengabulkannya?

Ketika jelas bahwa saya tidak mungkin diwisuda bulan Oktober tahun 2011 lalu, atau paling tidak sidang akhir di bulan Oktober tersebut, mendadak saya merasa menjadi orang paling bodoh. Begitu aja kok nggak bisa? Ketika bahkan sampai memasuki kuartal terakhir tahun 2011 saya tidak juga bertemu dengan seseorang yang bisa membuat saya mendadak ingin bermain di dalam kotak pasir, saya sempat tidak yakin akan pernah bisa bertemu dengan laki-laki yang hanya wujud abstraknya saja yang saat ini ada di kepala dan hati saya. Apa memang saya nggak akan bisa bertemu dengannya?

Sampai akhirnya saya memasuki masa-masa intensif menyelesaikan tesis di minggu-minggu lalu, di mana saya tidak "diijinkan" untuk memikirkan hal lain kecuali tesis, tesis, dan tesis. Di minggu-minggu itulah kewajiban saya tersebut menggenapkan tugasnya : "memaksa" saya untuk "melepaskan" hal-hal yang perlu untuk dilepaskan.

Melepaskan cita-cita bukan berarti menyerah. Melepaskan impian bukan berarti tidak percaya bahwa segala sesuatunya adalah mungkin.

Melepaskan hanya berarti menerima kekurangan diri, tanpa merasa menjadi lemah karenanya. Melepaskan hanya berarti mempercayai bahwa tidak ada satu pun di dunia ini yang milik kita. Melepaskan hanya berarti menyadari bahwa sebaik-baiknya rencana adalah yang direstui ibu dan bapak, juga mendapat ridhaNya.

Di tengah-tengah kecamuk perasaan yang tidak jelas karena tidak bisa mendapatkan apa yang saya inginkan (dan saya rasa saya butuhkan), saya merasa beruntung hati saya menemukan jalannya sendiri untuk berdamai dengan diri saya. Dan sungguhlah, berbesar hati dan ikhlas itu tidak turun dari langit tanpa adanya ujian atau sekadar palang rintang setinggi dada. Dan yakinlah tidak ada standar ujian semesta untuk hal ini. Karena setiap soal yang dibuatNya adalah istimewa. Seistimewa (setiap) manusia yang akan diujinya.

Akhirnya, tetap saja, 2011 adalah tahun yang luar biasa aneh buat saya. Tapi menyadari bahwa ada sedikittttt saja bagian dari hati saya yang mendewasa, dan sedikittttt juga dari ego saya yang meruntuh, tentunya itu adalah keanehan yang patut ditanggapi dengan senyuman dan hela nafas lega :)


Demikian, 2012 adalah tahun di mana segala keganjilan yang ada di tahun 2011 lalu akan menjadi genap. Lebih baik, dan lebih berbesar hati. Amiiinn :)