31.3.11

28 #20

I am quite agree with statement that tells us to be good friends with our emotion so we could always later control it. One of the effort, is to get to know what do you like or dislike whenever you feel like having a bad day. 


Mine? I hate it if on my bad days people were not being sensible enough not to do things extraordinarily stupid. 


It's exactly like what just has happened by the end of day. 
And to make it worst, in that case, I didn't have any chance to say that I don't like what that certain person has done. I just can't say it. Further, the thing is, it is not something that is unforgivably wrong. It's just me who feel that it's just not right either.


In the end, bad days happened to almost everyone. If others couldn't please me by being sensible enough toward how I really felt, then it's my part for being sensible enough not to take things to heart easily.  


.
Tapi, tolong atuhlah, yang namanya bercanda juga bisalah dipilih-pilih. Kapan-kapan saya mau  membuat pelatihan tentang bagaimana membedakan antara dinding dan kotak surat, juga antara bercerita dengan utuh dan bercerita dengan sepotong-sepotong (apalagi kalau motongnya di bagian yang nggak banget deh).

.
Maaf, ini adalah edisi rada emosi yang mana semua tulisan di atas dibuat tanpa mikir. *loh* 

29.3.11

28 #19

Why didn't you trust them to trust others? 
Was it because you didn't brave enough to help them 
heal their wounded heart caused by broken promises?

Why didn't you let them share things with others? 
Was it because you didn't want to see them 
not getting anything in return?

...if so, why then you don't just give yourself a second chance 
to see them grow properly? 
You deserve one. 

Yet, more than anything, they deserve to fly with their own wings.

.
.
.

"Your children are not your children.
They are the sons and daughters of Life's longing for itself.
They come through you but not from you,
And though they are with you yet they belong not to you."

--- On Children (Kahlil Gibran)

27.3.11

half of my heart - john mayer

ini untuknya,


...laki-laki, yang sampai hari ini, ternyata masih menjadi laki-laki paling ganteng sedunia :)

28 #18

adalah penjaga langit yang setia.
kesendiriannya di angkasa, benteng batu dengan kawat berduri.

lalu ada perempuan delapanbelas tahun 
yang ingin menjadi sang putri,
hanya bisa berdiri di depan pintu gerbang kayu tebal dan kokoh.

tangan kaku tak terangkat
pun untuk sekedar mengetuk,
pertanda rasa terlalu dini mengalah pada punggung yang membalik dan menjauh 
membawa habis keberanian, tanpa menyisakan sepenggalpun bayang.

sang perempuan sekali lagi hanya bisa tertegun, 
lalu berbalik arah, 
melangkah pelan,

sambil tak pernah berhenti menengok ke belakang :

"mungkin sepuluh tahun lagi, kalau aku sudah jadi putri, aku akan kembali lagi"

28 #17

To forgive and to forget, are total different matters.


Choose, at the very least, one.




p.s. : If at some cases it must be the latter, then please not to do it as an escape.

28 #16

...and what is life without any risk at all?
But, please, be sure not to be mistaken between taking risk and being simply super stupid to the maximum!


Remember, if not a crime, suicide is a sin. A big one. The biggest one.

25.3.11

.

Tuhan,

Maafkanlah saya yang lemah dan tidak bisa apa-apa ini. Maafkanlah kakunya lidah dan beratnya tangan serta kaki di kala seharusnya mereka menjalankan tugas yang lebih dari sekadar bertanggung jawab pada diri sendiri. Engkaulah yang memberikan nikmat. Engkau pula yang memberikan teguran. Dengan cara, dengan jalan yang telah hanya Engkau tentukan.

Berikanlah keberanian yang sebesar-besarnya pada hati saya untuk bergerak pada yang baik. Berikanlah saya kekuatan pula untuk menyerahkan apapun sebagai penggantinya.

Sungguh hanya Engkau Sang Maha Pengampun, dan hanya kepadaMu saya serahkan segala perkara. Dan hanya milikMu segala kebenaran yang ada di langit dan di bumi.


Amiiinnn.

.

:'(

22.3.11

28 #15


to avoid seeing you in a dream, i’ll do whatever it takes, even if it means that i have to stay all night
.
.
.
the music makes my heart aches, maybe that's among what Rachmaninov once felt,
it reminds me of how it took countless time to fall, yet it also took the exact same amount to break
.
.
but if it was you,
.
i'd love to take no limit.

.

unfortunately, it wasn't you.
indeed, it was never you.

limit does exist

21.3.11

28 #14

Tadi malam aku bermimpi memelukmu.
Kita sedang berada di daratan yang sama rupanya.

Jarak memendek.
Nafas mendekat.
Rindu tertumpah.
Hati berdebar.
Dan senyum yang sama tersungging.

Betul. Aku rindu padamu. Selalu.

. . .

Tapi, saat terjaga, kenyataan pun berbisik,

bahwa jarak tetap membentang, panjang,
bahwa nafas tetap jauh, dan masih milik masing-masing,
bahwa rindu tetap tertahan, dan siap meledak lewat tangis...

bahwa hati tak pernah benar-benar berhenti berdebar dengan selipan harap, walau hanya setitik,
dan senyum yang sama, juga tetap tersungging, di sini dan di sana.

. . .

(Rupanya) aku (masih) rindu padamu.

20.3.11

28 #13

Books are for people who wish they were somewhere else.
Mark Twain



.


And somewhere here means both space and time.

28 #12

Sayang sekali, hari Sabtu 29 Maret 2011 kemarin saya melewatkan fenomena supermoon.
Padahal saya setengah berharap bisa berpose di bawahnya sambil berkata,

"dengan kekuatan bulan, akan kucari kau ke ujung dunia".

*pret*

.


Semoga delapanbelas tahun lagi saya bisa melihat sang sailormoon, ehm, maksudnya supermoon
dari halaman belakang rumah kami, ehm, rumah saya dan rumahnya maksudnya.

19.3.11

28 #11

“..., city parks, road networks, stream corridors, and house lots are small objects that are typically numerous and widespread accross the urban region. Each has a range of spatial attributes which represent useful handles for planning and design options. More importantly, wise solutions, when multiplied by the hundreds or thousands, are likely to have a major cumulative beneficial effect on the urban region as a whole.” 
(Forman, 2008)

. . .

"Excellence is the gradual result of always striving to do better."
(Pat Riley)


"I am careful not to confuse excellence with perfection
Excellence, I can reach for; perfection is God's business."
(Michael J. Fox) 

 . . . . . . .


Self affirmation : 
Please get back on track and do your THESIS!!! !@#$%^&*()_+~{}|:"<>? 
By your 28, you should be on your halfway already!!! >_<"#

18.3.11

28 #10

The very best thing about watching movies and reading books is that in every end you'll know that another world besides yours truly exists. 


And it's not a mere imagination.


And, thus, you are never really alone.

16.3.11

28 #9

Kadang saya lupa, bahwa sebuah kota adalah bentuk peradaban manusia, yang suatu hari, jika sudah pada waktunya, akan punah. Lalu ia akan menjadi bagian dari sejarah, bersama era-era lalu yang melambangkan penciptaan semesta ini beserta segala isinya.

Kadang saya lupa, bahwa apa adanya segala sesuatu adalah karena adanya kita, manusia.

.

Di antara tujuh miliar ciptaanNya yang bernama manusia, kira-kira saya ada di bagian mana dari skenario besar yang Tuhan buat? Apakah saya sudah menjalankan peran bagian saya dengan sebaik-baiknya?

15.3.11

28 #8

Memiliki perasaan jenaka itu tidak berarti lalu membawa semua hal dengan bercanda. Apalagi kalau hal tersebut memang tidak lucu.

Saya sering sekali mendapat peringatan dari teman-teman saya, "jangan terlalu serius lah, hidup juga nggak menganggap kamu dengan serius kok", yang pada akhirnya membuat saya berpikir bahwa bersikap selalu serius itu salah. Tapi, justru membuat saya semakin penasaran untuk bersikap semakin serius. Yah. Seperti anak nakal yang biasa saja. Semakin dilarang, semakin ingin melakukan.

Kata-kata yang (mungkin saja) niatnya hanya untuk menakut-nakuti saya, seperti "kalau terlalu serius nanti kamu menyesal loh", juga tidak pernah berhasil menggoda saya untuk tidak serius. Lalu apakah saya menyesal?

Sampai saat ini. Tidak :)
*oh baiklah, sesekali memang perasaan itu datang mengusik, tapi tidak pernah berdiam dalam waktu lama*

Memandang kehidupan yang penuh liku dan canda dengan serius seperti ini, justru adalah cara saya saling melempar humor dengan kehidupan itu sendiri. Keseriusan saya, adalah buah dari rasa jenaka yang meletup dalam tawa tertahan.

Jadi, kalau tiba-tiba dalam mimpi saya nanti malam ada Joker menghampiri dan bertanya, "mengapa terlalu serius?" Saya akan dengan pasti menjawab, "karena ia melengkapi canda".

.

Hidup itu indah dan singkat. Kenapa harus dihabiskan dengan meributkan apakah harus menjalaninya dengan serius atau penuh canda?

14.3.11

28 #7

Mimpi adalah seperti mimpi. Saat mata terpejam, ia berlari-lari di sela-sela labirin kepala. Dengan jejak yang seakan-akan akan teringat selama-lamanya.

Mimpi adalah seperti mimpi. Sesaat mata terbuka, kembali pada dunia, bahkan ia tidak meninggalkan bayang-bayang. Jejak lenyap tak bersisa.

Mimpi adalah seperti mimpi. Ia membuat pikiran bekerja, di dalam maupun di luar kendali alam bawah sadar. Ia membuat hati siaga. Dan ia membuat mata terjaga, pada waktunya.

Mimpi adalah seperti mimpi. Sekali waktu ia menghangatkan dengan tebaran asa. Sekali waktu ia mendekap lembut dengan kebekuan yang belum cair. Sekali waktu ia hanya menggenggam erat tangan kanan.

Mimpi adalah seperti mimpi.

.

Yang pada hitungan ketujuh, pintu gerbangnya membuka lebar, dengan setapak pelangi tujuh warna.

28 #6

siapa kita, untuk berkata orang lain berdosa.

dan siapa kita, untuk berkata bahwa kebesaran Tuhan adalah murkaNya.

kita, hanya manusia, dengan akal sehat dan hati nurani. itu saja.

13.3.11

28 #5

Ini adalah catatan penggalan khutbah nikah seorang teman baik saya :

...


Allah SWT berfirman QS 25:64 : maka urusan Allah itu berjalan (berproses) di atas Qada-Nya (ketetapan di zaman Azali, zaman sebelum ada makhluk) dan Qada-Nya berjalan menuju Qadar-Nya (kenyataan yang sudah terjadi) maka setiap Qada mempunyai Qadar. Setiap Qadar mempunyai ajal (waktu yang sudah ditentukan) dan setiap ajal mempunyai catatan tertentu.


...


Allah berfirman QS 3:102, QS 4:1, dan QS 33:70-71 : sesunguhnya segala urusan ini ada di tangan Allah, Dia memastikan dan menetapkan -Nya apapun sekehendak-Nya. Tidak ada yang bisa menangguhkan kepada apa yang sudah didahulukan dan tidak bisa mendahulukan apa yang siakhirkan, tidak bisa mempercepat atau memperlambat.


Serta tidak ada sepasang makhluk Allah bisa berkumpul dan berpisah tanpa ketetapan dan kepastian dan catatan terdahulu dari Allah SWT.


...

Berdasarkan ketentuanNya, semua memiliki waktunya sendiri-sendiri, dan semua tepat berdasarkan ketetapanNya. Berdiam diri dan mengira-ngira hasil dari sesuatu yang tidak kita usahakan, bukankah adalah salah satu bentuk usaha mendahului ketetapanNya itu? Dan itu adalah suatu hal yang mustahil.

28 #4

Berjalan pada setapak sendiri, betapapun sempit dan berkerikil, semua orang yang melihat dari samping bisa dipastikan akan bertanya, "kamu mau ke mana? untuk apa kamu ke sana? di sana kamu mau melakukan apa? setelah itu apa rencanamu? apa kamu yakin itu benar-benar tujuan kamu? kalau ternyata kamu salah jalan bagaimana?" Dan mungkin akan ada deretan pertanyaan lainnya yang tidak habis-habis.

Salahkan pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul? Tentu saja tidak.

Lalu, salahkah juga kalau lantas kita lebih memilih untuk menjawab, "tidak tahu." Yah, secara logika, kita memang tidak pernah tau bukan setapak yang sedang kita jalani ini akan membawa kita ke mana? Bahwa kita mempunyai cita-cita yang terus hidup di kepala dan juga di hati sepanjang kita melakukan perjalanan tersebut, bukan suatu penanda jalan ini akan membawa kita ke terwujudnya cita-cita kita itu.

Tentu, pada akhirnya jawaban "tidak tahu" tadi bukan sekedar masalah benar atau salah.

.

Bagi saya sendiri, selama saya belum bisa meyakini dalam hati bahwa Tuhan menciptakan satu setapak yang sama untuk lebih dari satu orang, sebaiknya saya bersyukur dengan deretan pertanyaan tadi. Bukankah dengan adanya keragu-raguan, kebenaran akan tetap melayang-layang, dipertanyakan, dan nantinya akan terus menjadi titik awal peradaban-peradaban baru sepanjang perjalanan manusia mewujudkan arti keberadaannya di dunia.

10.3.11

28 #3

Tiga.

Pernahkah terlintas pertanyaan di kepalamu,
"mengapa saat pertama kali kita belajar berhitung, bunda sering sekali menyebutkan satu, dua, tiga..."
atau...
"mengapa pada saat lomba lari, petugas memberikan aba-aba dengan berhitung satu, dua, tiga! atau sesekali mengganti tiga! dengan letusan pistol atau balon udara..."

...pernahkan terlintas di benakmu, mengapa?


.
Jika memang ada legenda tentang angka tiga, aku ingin sekali mendengarkan ceritanya.

9.3.11

28 #2

"Evolution costs you time. Revolution costs you blood. Transformation costs you everything, mostly your own self."

Sejak akhir tahun 2006, transfomasi selalu menjadi salah satu dari sekian banyak cita-cita saya. Dan tentunya sampai saat ini saya belum bisa mencoretnya tanda telah tercapai. 

Tapi apakah sebuah transformasi itu adalah sebuah proses yang kasat mata? Apakah transformasi adalah sesuatu yang pada ujungnya seseorang bisa berkata, "saya telah bertransformasi". Demikian, bukankah masuk akal kalau memang begitu adanya? Bukankah jika kita melihat seseorang dan merasakan suatu perubahan yang cukup signifikan pada dirinya, kita akan berkata pada diri sendiri, "ah, dia sudah bertransformasi rupanya."

Lalu, apakah berlebihan kalau saya mengatakan bahwa transformasi berharga sama dengan diri kita sendiri? Memangnya yang disebut 'diri kita sendiri' itu yang seperti apa? Kalau demikian, lantas apa bedanya antara transformasi dan kepura-puraan?

.
Sungguh. Saya heran. Mengapa sebuah perubahan harus dilihat dengan rumit. Percayakan saja pada hati untuk merasakan mana sebuah perubahan yang tulus dan mana sebuah kepura-puraan. Supaya hati tetap peka dan jernih dalam merasa, bersihkan dia selalu, salah satunya dari kebencian. Begitu saja.

8.3.11

28 #1

Salah satu quote yang paling saya suka bulan ini adalah : 



"It’s so hard to forget pain, but it’s even harder to remember sweetness.
We have no scar to show for happiness. We learn so little from peace."
— Chuck Palahniuk

Memang betul rasanya kesedihan dan luka hati meninggalkan jejak yang lebih dalam daripada kebahagiaan. Biasanya yang terakhir ini bahkan begitu tipisnya hingga cepat sekali tersapu angin. Sehingga susah sekali memang untuk menjawab, "kenapa kamu bahagia?" Tapi untuk keseribu kalinya juga saya akan berkata, "apakah harus selalu kamu tambahkan tanda tanya di belakang kata bahagia itu?"

Kebahagiaan memang lembut dan manis. Karena itu dia tidak pernah memaksa untuk meninggalkan jejak, apalagi diingat. Jika memang waktunya bertandang, ia akan secara alami terasa oleh setiap denyut dalam ruang yang disinggahinya itu. Jika memang waktunya pergi, maka ruang bernama hati tadi pun akan selalu menjadi rumahnya. Rumah kebahagiaan.

Mungkin akan sering terdengar semacam nasehat, "never take happiness for granted". Tapi, jika dirasa-rasa, jika kebahagiaan tadi sedang melingkupi kita, apakah kita akan tetap mengingat hal-hal lainnya yang membuat rasa bahagia itu menjadi hambar? Pasti tidak. Kebahagiaan, sayangnya, adalah sesuatu untuk diterima sebagaimana dia adanya. Dengan lembutnya, manisnya, ringannya, termasuk jejaknya yang mudah terhapus.

Kebahagiaan juga akan bertumbuh, seiring dengan bagaimana ruang hati kita memberinya tempat yang lega untuk bernafas. Ia bertumbuh, bersama dengan jiwa yang semakin matang, juga pikiran yang semakin dewasa. Kalau kamu bertanya, "lalu mengapa nampaknya anak-anak kecil itu lebih berbahagia dibandingkan kita yang sudah tua ini?" Itu mungkin karena kamu tidak mau menerima bahwa di dalam diri mereka sudah bersemayam secara alami bentuk kedewasaan yang paling sempurna.

Setelah ini, apakah lalu kamu akan berusaha membuat kebahagiaan diam lebih lama? Dan atau kalau pun ia harus pergi, kali ini kamu akan membuatnya meninggalkan jejak yang lebih dalam dari biasanya? Atau apakah kamu akan memaksanya untuk menggores hatimu dengan pisau agar meninggalkan luka yang bisa selalu mengingatkanmu padanya?

Kamu lupa. Kebahagiaan tidak perlu tempat dalam memori. Ruang hati adalah rumahnya. Dan hati tidak perlu harus mengingat setiap kebahagiaan yang melewatinya. Karena kebahagiaan sejatinya milik semesta, dan sepotong hati adalah partikel yang menyusunnya. Tidak perlu susah-susah mengingat kebahagiaan. Ia milikmu.

sidang 1 dan catatan sepertiga perjalanan.

7 Maret 2011 kemarin saya maju sidang 1 tesis. Ehm, yang paling penting dari sidang 1 ini, kalau kata dosen-dosen dan senior-senior saya, adalah kita bilang apa topik tesis kita, kenapa kita ambil topik itu, apa tujuannya, bagaimana kita akan mengerjakannya, ditambah dengan teori-teori yang menjadi dasar penyusunan kerangka si tesis, dan tentunya penjelasan tentang lokasi yang kita pilih sebagai kasus studi.

Walaupun sejujurnya saya lega sekali bisa sidang 1 secepat ini *lega dan ngos-ngosan sebenarnya...hosh*, tetap saja rasa nggak puas itu ada *pastinya*. Banyak sekali bahan, yang menurut saya, belum masuk di tiga bab pertama ini *rese banget deh saya*. Malam sebelum sidang saya panik sendiri waktu menyiapkan presentasi. "aduh! harusnya buku ini saya habis baca sebelum sidang 1! aduh, belum bikin kategorisasi koridor-koridor jalan hasil survey! aduh, studi presedennya kurang!" adalah tipikal celetukan-celetukan yang keluar sepanjang saya mengurung diri di kamar. Yang membuat gregetan adalah sebenarnya bahan-bahannya ada tapi nggak sempat saya olah lebih jauh lagi. Untungnya ada komik online Fruit Basket yang selalu menghibur saya di tengah-tengah panik tadi. *pletak! bukan panik itu namanya.*

Padahal niat saya maju sidang pertama ini, secepat-cepatnya, adalah akhir minggu ini, hari Kamis atau Jumat lah. Tapi kejadiannya adalah : saya maju asistensi dengan kompilasi semua bahan untuk sidang 1, dengan niat mau bertanya apa kira-kira yang kurang untuk sidang 1 nanti, di hari selasa minggu lalu. Setelah selesai asistensi itulah saya setengah dipaksa untuk sidang minggu depan, hari Senin, yang mana adalah kemarin. Saya cuma bisa bengong. Bahan belum lengkap. Laporan baru sampai bab 1. Tapi harus sidang enam hari lagi dan harus memasukkan laporan hari Jumat itu juga, atau tiga hari dari hari Selasa itu. Keluar ruangan, saya setengah mau ketawa, setengah mau nangis.

Tapi. Akhirnya ya saya sidang juga. Fiuh... *betul kan harusnya saya masih ngider-ngider nyari data... tapi nggak apa-apa, malah jadi lebih terarah untuk ke depannya*

Terus, dari sepertiga perjalanan ini kira-kira inilah yang saya dapat :
1. Ternyata kalau urusannya sudah menyangkut hal-hal yang saya suka, saya itu sangat ambisius. Cuma sayangnya memang nggak keliatan di ipk. *loh kok bawa-bawa nilai* *dan tiba-tiba ada suara latar "emang biasanya nggak ambisius? elo Wid? nggak salahhh??" yaa bukan salah saya kan kalau keambisiusan saya banyak kalahnya sama kengalahan saya?* *pletak (lagi)* Ini agak gawat, karena tanpa sadar saya jadi asik sendiri dengan apa yang saya kerjakan, yang buntut-buntutnya...

2. Membuat saya sedikit lebih defensif daripada biasanya. Eh, tapi sejujurnya saya juga nggak tahu. Apakah ini memang saya yang (merasa) defensif, atau saya (merasa) orang lain ofensif terhadap saya? Punya sensitifitas berlebih untuk hal-hal yang cenderung negatif begini memang menyebalkan sekali :(

3. Tapi, mau nggak mau saya memang harus mengaku, saya nggak suka sekali melihat orang mati-matian jungkir-balik belajar keras untuk membuktikan bahwa pemikiran orang lain itu salah, ketimbang mati-matian jungkir-balik belajar keras untuk membuktikan bahwa pemikirannya sendiri benar. Toh, kalau memang sudah terbukti pemikirannya benar, itu kan nggak lantas membuat pemikiran orang lain jadi salah. Katakanlah, sama-sama mau ke Jakarta, tapi yang satu berangkat dari Bandung, yang satu dari Cirebon. Dengan catatan dari awal bahwa jarak tidak menjadi masalah, lalu apakah ada yang bisa membuat perjalanan Bandung-Jakarta itu lebih benar daripada Cirebon-Jakarta dan sebaliknya? Apa untuk ke Jakarta, yang dari Cirebon harus ke Bandung dulu atau yang dari Bandung harus ke Cirebon dulu? Bukankah lebih penting masing-masing berkonsentrasi membuat perjalanannya itu menyenangkan, melewati jalur yang betul, tidak nyasar dan akhirnya bisa sampai di Jakarta dengan selamat. Ampun deh. Pelangi itu kan tujuh warna. *nggak nyambung deh* *nomor tiga ini memang edisi emosi*

4. Ternyata berpikir acak itu menyenangkan sekali ya :)) *tertawa lebar* Di sini saya baru merasakan pentingnya struktur berpikir. Pikir-pikir, untuk apalagi struktur berpikir kalau berpikirnya sudah terstruktur. Tapi kali ini saya merasakan asiknya membuat si struktur berpikir menjadi track perjalanan yang menyenangkan dan menikmati asiknya belok kiri dan kanan sepanjang perjalanan tesis ini, seasik belok kiri dan kanan di Kota Sejuta Gang (julukan baru saya untuk kota kecintaan saya). Tentunya karena saya jadi sadar bahwa ada jalan utama tempat saya harus kembali dan tata.

5. Bahwa keseimbangan itu penting sekali. Di awal-awal masa tesis ini, saya mulai bermain piano kembali. Setelah tujuh tahun. Betul. Tujuh tahun. Jari-jari ini rasanya super kaku. Tapi untungnya saya masih bisa membaca partitur. Tentu saja. Ini andalan saya. Dibandingkan bermain piano dengan melihat tuts dan merasakan nada-nada yang keluar, saya lebih suka melotot pada partitur, membaca nada apa itu dan membiarkan jari-jari saya mencari tempatnya di atas tuts. Yang mana saja nggak apa-apa kan? Namanya juga menikmati musik. Semua orang punya caranya masing-masing ;p Dan saya baru menyadari betapa beruntungnya saya punya piano ini. Dan betapa beruntungnya saya pernah dibiarkan belajar piano untuk waktu yang sangat lama *walo rasanya kemampuan sih nggak maju-maju*. Dan betapa beruntungnya saya bisa membaca partitur-partitur musik yang indah-indah itu (dan beruntung pula saya bisa memilikinya tentunya). Jadi, walau mungkin kepekaan musik saya nggak bagus-bagus amat, saya tetap bisa sangat menikmatinya dengan cara saya sendiri. Saya senang sekali. Dan kesenangan yang sederhana ini ternyata bisa membuat saya juga jadi menikmati perjalanan mengerjakan tesis yang lumayan menekan (walaupun menyenangkan) ini. Yang pasti, membuat saya (merasa) lebih tenang :) *salah satu alasan saya bertahan les piano dulu adalah untuk melatih konsentrasi dan mengendalikan emosi...betul kan, begitu berhenti les piano, emosi saya langsung tak terkendali :))*

Baiklah. Cukup istirahat sehari saja. Sudah boleh sidang lebih cepat, setelah ini kecepatannya justru harus semakin bertambah. Dan, oh iya, saya tidak mengejar apa-apa loh. Yang membuat saya terpacu itu pada dasarnya cuma dua : kalau lihat kalender dan kalau lihat rekening tabungan. Sederhana sekali kan? *loh kok jadi curhat* Dan pastinya adalah kebahagiaan boleh menggabungkan ilmu rancang kota (yang selalu saya lirik tapi nggak mau dilirik sama saya itu) dan ilmu lanskap (sekolah saya saat ini).

Dan nggak lupa, selalu, gambar jembatan merah di pantai barat dan plang 5th avenue di pantai timur :)