28.2.11

keberanian itu punya kadaluarsa (mungkin)

kalau tidak cepat-cepat diwujudkan, dia akan terlanjur menguap bagai air, meliuk di angkasa seperti angin. lalu jejak yang ditinggalkan menjadi lubang yang menganga. begitu saja. tidak perih. apalagi sampai membuat air mata mengalir. tapi penyesalan pasti tidak akan bosan mengejar, bahkan sampai ke alam mimpi. bahkan kadang lamunan di siang bolong.

rasanya seperi ingin melompat dari sebuah tebing. berdiri sudah di ujung. tapi kedua kaki seakan-akan dipaku. hanya sekilas penampakan pertemuan pasir dan air laut di bawah saja yang terlihat. keindahan yang tidak terjangkau, tidak pernah terjangkau.

rasanya sesak dan hampa sekaligus. bukan sakit, bukan pula perih.

itu adalah semacam penyesalan yang membuat hati kadang berharap mesin waktu itu nyata adanya. tapi bukan mesin waktu dengan tempelan "jangan mengubah masa lalu" di dalamnya.

26.2.11

sebenarnya saya sedikit banyak berharap ini hanya sekedar pms adanya. tapi berhubung nampaknya bukan demikian, rasanya perlu juga saya membuat cerita pendek pagi ini. supaya bisa tidur.

benar deh. jarang-jarang saya merasa sangat emosi sampai nggak bisa tidur. sialnya, kenapa kejadian (lagi)nya harus malam ini >.<

jadi begini cerita pendek agak panjangnya . . .

.
.
.

[deleted]

ehm. intinya, saya juga manusia. saya menyadari bahwa melakukan penilaian itu adalah salah satu insting dasar manusia. dan saya menerima itu. yang saya tidak terima adalah jika ada yang menyarukan penilaian dengan menghakimi. dan saya rasa saya cukup tahu beda di antara keduanya. kalau saya tidak bisa memaksakan diri untuk tersenyum di depan orang-orang yang mungkin secara aliran energi tidak seirama dengan saya, kan tidak lantas saya menarik kesimpulan bahwa orang itu tidak baik.

.
.

[deleted...again...]


ahem. intinya... you think you know me? think again. before you judge me die. *lupa ini baris dari mana, kecuali kalimat terakhir, itu karangan saya.*

dan satu lagi, menerima seseorang apa adanya itu bukan berarti menerima dia dengan segala kelebihan atau kekurangannya (saja), tapi juga menerima dia dengan segala kemungkinannya untuk bertransformasi. label itu adalah untuk memberi tanda supaya memudahkan pencarian sesuatu. tapi jelas, bukan untuk digunakan pada manusia. demikian.

pekat.

mengendap ia dalam kumpulannya,
di dasar.

mengubur luka, namun bukan ingatan.

pekat, seperti malam.
seperti rasa yang sudah runtuh.

delusi.

apakah aku dan kamu hidup pada masa yang saling  bertukar?
atau itu hanya aliran waktu yang berusaha merengkuh aku dan kamu bersamanya?

apa betul itu kamu yang tersenyum padaku, atau hanya bayanganmu yang tertinggal?
apa betul ini aku yang jemarinya bertautan dengan jemarimu, atau hanya bayanganku yang kukirimkan ke sampingmu?

kalau kedua mata ini aku pejamkan,
apakah dunia yang menari dengan latar hitam balik kelopak akan melompat ke hadapanku?
lalu kamu juga ikut mewujud bersamanya?

jika sekali saja kepala berhenti bertutur,
akankah kenyataan itu akan menjelma senyata-nyatanya di depanku?

atau, hening pun sudah ikut memihak delusi?
tutup matamu ksatria,
aku tiupkan udara pagi dari bawah matahari yang tadi kuraup pada kedua telapak tanganku.

kusampaikan pada hatimu,
lewat telingamu.

bersama secarik pesan,

kutinggalkan sepotong hati pada hari lalu,
sepenggal rasa pada satu jeda yang mengkristal.
dan sebait rindu, yang tak bosan kukait melantun lagu pengantar tidur,
pada hitungan waktu yang mana saja, 
yang tak pernah mau susah mengintip nama siapa yang kuselipkan.

time travel.

waktu bertiup seperti angin.
tanpa jejak,
namun dengan bekas badai yang tak mau hilang.

itu adalah saat-saat masa depan bersaling-silang dengan masa lalu.
atau masa sekarang?

sebuah perjalanan waktu,
adalah sebuah perjalan suara yang terdengar saat kedua mata terpejam,
hanya saat kedua mata terpejam.

karena saat mereka terbuka nanti, suara-suara itu tidak akan sama,
lalu hati ikut tersesat pada labirin yang menggoda saat belum juga tiba di tempat tujuan.

sebuah perjalanan waktu,
bukan sebuah perjalanan hitung mundur,
apalagi permainan tebak-tebakan untuk bisa maju satu dua langkah ke depan.

janji pun hanya sebatas kaitan dua kelingking.
dan perjalanan waktu berhenti pada ledakan rasa di antara dua punggung yang membelakangi masa yang sama.

25.2.11

balon udara.

kirana melukis balon udara pada langit dua hari lalu.
warnanya adalah warna pelangi yang tujuh.

katanya, karena benda-benda yang membawa bahagia itu biasanya berwarna
merah jingga kuning hijau biru nila ungu.

lalu dilepaskannya tambat balon udara tadi, dalam lukisannya tentu saja,
dengan harap-harap cemas ia dapat membawanya ke bulan.

ke bulan, kirana?
kata suara-suara dalam kepalanya.
apakah kalau nanti sampai di bulan kamu juga akan bahagia?
iya, kata kirana.
lalu apakah balon udara ini tidak cukup?
kirana diam.

sampai hari ini kirana hanya termenung.
balon udara itu tidak membawanya kemana-mana, tertambat untuk selamanya.
karena ia sekedar lukisan, 
yang tertawan pada langit senja dua hari lalu :

terekam erat di hati kirana, untuk selamanya.
i am an underdog. yes. now, should you see if the underdog gets stubborn, as always.

and yes, again. i do have a desire of becoming a leader one day, not a boss though. so a little "you're so bossy!!" here and there would not ever beat me.

. . .
if dreaming means you'll be holding a consequence to pursue it, in any possible ways,
then,
interacting, as part of social role, means you'll be holding a consequence of once in a while being treated not in the way you think you should be treated.

lesson learnt, anyway, is that : the more logic one is, the more irrational they become. period.
me is one good example ;)

konsekuensi.

konsekuensi dari bermimpi itu ada banyak. yang saya ingat saja ya. yang pertama pastinya adalah dengan sendirinya harus berusaha mewujudkannya. yang kedua adalah bersiap-siap dengan sandungan-sandungan kecil, bukan lagi macam "pasti lo nggak bisa!" tapi lebih macam "hah??? ngapain? buat apa?" ya, betul. menurut saya pertanyaan "untuk apa?" sebaiknya hanya digunakan untuk benar-benar bertanya sesuatu itu untuk digunakan sebagai apa, bukan untuk digunakan sebagai pertanyaan retoris. bertanya, bukan mempertanyakan. *oh, kecuali tentunya bapak-bapak dan ibu-ibu guru yang mempunyai kewajiban untuk sering-sering mempertanyakan pemikiran kita, karena maksud mereka adalah menguji konsistensi dan pemahaman kita akan suatu hal.*

tapi, lalu apakah dengan menuliskan paragraf di atas saya lantas yakin seyakin-yakinnya bahwa orang-orang yang mengeluarkan pertanyaan itu adalah orang-orang yang tidak punya mimpi? sayang sekali, saya percaya dan saya yakin mereka juga bermimpi.

lalu kenapa? apakah memang bermimpi, selama itu bukan dilakukan oleh diri sendiri, adalah hal yang aneh?

karena itu saat ini saya memilih untuk menjadi orang lain bagi diri saya sendiri, dan mempertanyakan mimpi saya sendiri dan konsekuensinya.

mimpi itu datang dan pergi. itu betul. sudah sering saya rasakan sendiri. apakah dengan mengatakan begini akan membuat orang lain berpikir saya orang yang plinplan dan tidak punya arah? mimpi kok ganti-ganti, mungkin begitu kira-kira. itu tidak apa-apa. saya pikir setiap orang berhak melakukan penilaian terhadap orang lain, tentunya dengan pemahaman bahwa nilai itu relatif adanya. sedikit banyak bukankah relativitas penilaian orang lain itu yang sadar tidak sadar membuat kita bertransformasi? dan tentu saja, penilaian adalah persepsi, bukan kebenaran.

kembali lagi. mimpi yang datang dan pergi ini mungkin karena mereka punya intuisi. intuisi yang mengatakan pada mereka "dia siap untuk kamu datangi, eh, sekarang dia gamang lagi, kamu pergi saja dulu. nah, sekarang dia sudah kembali mantap, kamu bisa kembali padanya." dan tanpa maksud mengabaikan usaha, saya percaya, sebuah mimpi, jika memang dia ditakdirkan untuk mewujud, maka mewujudlah ia. di sini usaha tidak semata kerja keras "saya sedang mengejar mimpi saya!" tapi lebih pada kebesaran hati untuk ikut berproses, bertransformasi, bersama semesta, yang menjadikan diri sebagai sebuah magnet yang semakin kuat, yang pada akhirnya akan kembali lagi menarik semua mimpi yang pernah terlupakan. dan dengan sendirinya akan diikuti pula oleh satu perasaan kuat "(kali ini) mimpi ini akan saya wujudkan."

mungkin catatan ini sedikit berlebihan, mengingat belum ada satupun mimpi besar yang sudah terwujud saat ini. tapi saya tidak putus asa. beberapa dari mimpi-mimpi besar tersebut saya biarkan hilang beberapa waktu yang lalu seiring dengan kerasnya pertanyaan "untuk apa?" retoris yang keras saya ajukan pada diri saya sendiri. pertanyaan itu masih ada. sampai sekarang. dan saya yakin tidak akan pernah hilang. hanya saja kali ini (rasa-rasanya) saya punya jawabannya :

"untuk menjadi diri saya yang telah digariskan oleh sang sumber mimpi."

mimpi itu (buat saya) adalah titipan, seperti halnya harta, ilmu, keluarga, sahabat, juga nyawa. harus dijaga baik-baik, dengan cara yang menurut kita baik, salah satunya, mungkin, adalah dengan membuatnya mewujud pada waktu yang tepat.

akhirnya, tetap, bermimpi itu berarti juga menerima konsekuensinya. yang pertama, tentu saja, memberinya kesempatan untuk mewujud. dan yang kedua... *saya berubah pikiran, konsekuensi dari bermimpi cukup satu saja : memberinya kesempatan untuk mewujud*


. . .
tidak sabar menunggu waktu beberapa tahun ke depan. berbincang di bawah plang the 5th avenue bersama seorang sahabat baik, masing-masing dengan segelas take-away coffee di tangan, dan tentunya dengan pasangan kita masing-masing ya Tiez ;) 1 tahun? 2 tahun? 5 tahun? 10 tahun? just be it :)

19.2.11

gunung.


ksatria,
sekali waktu, coba pejamkan matamu, dan bayangkan matahari.
bayangkan cahayanya melukis dengan benakmu sebagai kanvasnya.
bayangkan pula padu padan warna-warna hangat pagi hari seperti merah, jingga, hijau dan biru.

lalu, coba bernafas pelan-pelan.
bayangkan udara yang dingin dan tembus pandang itu memenuhi rongga paru-parumu.
bayangkan pula kaki-kakimu melangkah ringan setapak demi setapak.

keluar.

dari lingkaran dinding-dingin kelabu yang keras dan panas.
atau benteng-benteng kaca yang tajam dan beku.

mari, bawa aku menunggu fajar di satu bukit.
puri bagiku, cukuplah barisan jati dan bangku kayu yang menghadap ke timur.
sekali waktu, biarkan benakmu menjelma lukisan cahaya dengan kanvas langit.

lalu gradasi yang berlalu seiring angin dini hari, biarkan ia menjadi cerita baru, setiap hari.
tentang aku.
tentang kamu.
atau tentang kita.

atau tentang semesta yang menuturkan kisahnya. 
dan kita adalah beberapa penggal di dalamnya.
dunia tidak pernah berhenti membuat saya menahan nafas dan terdiam. akan keajaiban, juga keanehan, yang diberikannya pada saya. melalui bentang-bentang alamnya. melalui manusia-manusianya. melalui berbagai skenario yang saling dibisikinya bersama semesta.

lalu sekali waktu saya pun penasaran, tarik-menarik antara apa dan apakah yang mampu membuat energi saling bergesek di udara, yang ikut memutarbalikkan segala bentuk rasa, juga emosi, juga (sesekali) pikiran? apakah itu antara kutub utara dan kutub selatan? apakah itu antara timur dan barat? apakah itu antara matahari dan bulan? apakah itu antara jupiter dan saturnus? lalu semesta jadi tak sabar dan menunjukkan hitam dan putih. dan tak ada lagi pertentangan yang lebih keras selain di antara keduanya.

tapi abu-abu bukan pula buah perseteruan di antara keduanya itu. mungkin abu-abu hanyalah sepetik ketenangan yang sibuk menutup mata dan telinga. mungkin abu-abu hanyalah sepenggal alunan nada, yang juga asalnya dari semesta, yang berusaha jadi penengah. bagaimanapun hitam dan putih tetap berseteru, saling berteriak. abu-abu tak tahan lagi, lalu menyelinap ia, mundur dari dunia.

lalu seakan semesta telah menggenapi skenarionya, hening pun datang mencekam. tandai suara-suara hitam juga putih yang mendadak tidak terdengar. berdamaikah mereka berdua? bukan, itu bukan tanda damai. itu hanya penanda sebuah kekosongan. kekosongan pada hitam juga putih yang saling melengkapi. kekosongan akibat rindu di bawah sadar pada alunan pelan abu-abu, yang disenandungkannya dengan mata juga telinga tertutup, namun dengan hati yang terbuka lebar-lebar.

abu-abu pun menjelma senyum, memeluk badai yang sibuk meliuk di antara jantung dan otak, meredam tanya yang belum juga berjawab. lalu, sekali, dunia dan segala keajaiban juga keanehannya, menjadi suatu pasang yang jaraknya membentang terus dan terus.

dan saya pun, tidak pernah berhenti menahan nafas dan terdiam.

kali ini dengan sebaris syukur akan betapa kecilnya saya dan skenario yang telah diberikan oleh tuhan untuk saya, dalam semesta ini.

14.2.11

Schubert - Piano Sonata No.16 in A


Biasanya, setiap kali saya mendengar lagu-lagunya John Mayer, bisa dipastikan pikiran saya langsung melayang pada sang Ksatria. Tapi kali ini, gara-gara sebuah dorama, yaitu Nodame Cantabile, yang baru-baru ini saya tonton, untuk pertama kalinya setelah hampir tujuh tahun tidak menyentuh piano, saya tiba-tiba ingin kembali memainkannya. Saya ingin berlatih sebuah lagu dari Schubert, Piano Sonata No.16 in A, yang dimainkan oleh Nodame di kompetisi piano yang dia ikuti.

Entah kenapa, ini pertama kalinya saya mendengarkan sebuah lagu klasik dan tiba-tiba teringat pada sang Ksatria. Padahal, (setahu saya) dia bukan tipe pendengar lagu klasik. Mungkin seharusnya saat itu saya langsung mengetuk jendelanya dan memaksanya, "hey! coba dengar lagu ini...", seperti yang pernah beberapa kali dia lakukan dulu sekali. Apa boleh buat, untuk sementara jendela saya sendiri sedang tertutup, jadi saya tidak bisa menjulurkan kepala keluar apalagi mengetuk jendelanya di seberang. Saya cuma berharap andaikan saat itu saya cukup berani untuk menunjukkan sesuatu yang saya suka kepadanya. Tapi kenyataannya saya memang tidak berani, tidak pernah cukup berani.

Dan sekarang, entah kenapa, saya punya perasaan ingin sekali suatu hari nanti bisa memainkan lagu ini untuk sang Ksatria. Langsung. Apakah dengan menyeretnya ke suatu sudut yang ada pianonya, entah di mana saja. Atau apakah cukup dengan memanggilnya ke ruang tengah kami tempat piano tua ibu saya berpindah rumah.

.
ehm. melamun malam-malam boleh kan? 
sungguh ini hanya karena jiwa petualang bersama sang kumpulan aksara sedang menguap sangat.

9.2.11

apakah betul, kata "adil" ada dalam kamus besar Bahasa Indonesia?

membaca ini, saya tidak percaya.

.
benarkah ini negara yang sampai detik ini masih saya percaya sedang berjuang melakukan yang terbaik bagi warga negaranya?
benarkah ini negara yang sama dengan negara yang dulu sudah menghabiskan darah dan air mata yang tak terkira dalam memperjuangkannya?
benarkah ini negara yang punya mimpi besar bergantung kuat pada Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila?
benarkah ini negara yang merah putihnya selalu dan selalu saya banggakan?
benarkah ini negara yang selalu dan selalu saya inginkan untuk jadi tempat pulang saya nanti?

saya tidak tahu lagi.

indra.

malam ini, saya hanya mau bersyukur, atas nikmat indra dan raga yang sudah tuhan berikan untuk saya.


atas kedua mata, yang dapat melihat sejuknya warna biru dan hijau, juga sucinya putih dan kelamnya hitam, juga venus yang cantik dan mereka yang tercinta.
atas sebuah hidung, yang dapat mencium wangi kopi robusta, teh hijau, juga mahoni setelah hujan.
atas sepasang telinga, yang dapat mendengar indahnya lantunan concerto rachmaninov, lirik puitis john mayer dan yovie, suara burung sore hari, juga panggilan lima waktunya.
atas sepasang tangan, yang dapat menarik garis, merangkai aksara untuk pertama kali, menari kaku di atas piano, juga memeluk mereka yang tersayang.
atas sepasang kaki, yang dapat berjalan ringan di atas daun-daun kuning yang meranggas, yang sekali waktu dulu pernah melakukan pointe, yang tidak suka diajak berlari atau menanjak, tapi selalu setia menemani hati berkelana pada lorong-lorong mahoni dan damar.
atas sebentuk jantung, yang denyutnya menjadi penanda kehidupan yang sudah ditiupkannya, penanda tarikan dan hembusan nafas yang sudah diaturnya.


lalu, atas air mata, yang sudah membuat hampir semuanya menjadi terasa lebih ringan.


.
dan tuhan,
ijinkan saya menjaga semua titipanmu itu dengan sebaik-baiknya,
dan bimbinglah selalu saya untuk menggunakan setiap dari mereka dengan sebaik-baiknya pula,
untuk menjadi sebaik-baiknya saksi kehidupan,
saat nanti habis masanya engkau menitipkan saya pada semesta ini.

7.2.11

darah.

kalau boleh saya ingin bertanya tuan, jika tuan bisa menjawabnya.
sebenarnya saya tinggal di negeri seperti apa?
yang membiarkan darah tumpah hanya demi kebenaran satu dua orang yang mengatasnamakan kebenaran umat manusia?
apa memang negeri damai itu hanya imajinasi saya belaka? dan imajinasi orang-orang lain yang menyimpan kebenaran di dalam dadanya masing-masing?

lalu, untuk apa ada sebentuk negeri, dan senama negara?

.
setunduk malu kukirimkan untuk mereka,
bapak-bapak bangsa yang sejati,
pemuda-pemudi yang membawa perbedaan, tersebar di seluruh penjuru dunia, dengan satu kesamaan :

"dari Indonesia"

.
#SeninHitam

5.2.11

air mata, surat cinta

ada kuasa yang tak terjamah analisa
ada emosi yang tak tertahan amarah
ada perih yang tak tergores bisa
ada air mata yang tak terpanggil luka

.
lalu pada apa harus kutundukkan tatapan mata ini,
dan pada siapa harus kusungging senyum yang tak lagi milik hati ini?

.
tuhan.
jadikanlah kesendirian ini sejeda saja.
dan untuk sepenggal saja kekosongan, penuhilah ia dengan akar-akar kebahagiaan.

.
air mata ini tuhan,
adalah surat cintamu yang belum sampai pada tanganku.

fer[re]

aku rindu padamu. sekali lagi.
bukan pada "kamu pasti baik-baik saja". tapi pada "aku percaya padamu".

.
musim kembali mengacak serpihan rindu.
ia bukan lagi kristal, tapi semangkuk air hujan,
yang akan menguap, halangi pandangan hati.

akan dirimu fer[re],
yang sejati, ia itu masa depan.

.
aku rindu padamu. sekali lagi.
setiap malam menjelang habis.