Ini adalah catatan tertinggal sepulang dari acara pernikahan teman saya.
. . . . . . .
Catatan 1 :
Tetap dalam nuansa warna ungu, ucapan terimakasih yang dibagikan adalah ... bibit tanaman! Centrosema (tanaman penutup tanah berbunga keunguan), Kangkung grand dan sengon laut (pohon yang bisa tumbuh mencapai ketinggian 40m dan diameter 100cm). Untuk dua tanaman pertama, sepertinya bisa saya coba tanam dalam waktu-waktu dekat. Tapi untuk sengon laut nampaknya saya harus menunggu punya rumah sendiri...
Catatan 2 :
Ini memberikan saya ide, saat saya menikah nanti, saya ingin membagikan ucapan terimakasih berupa bibit tanaman juga. Satu jenis tanaman bunga, satu jenis tanaman obat (ada nggak ya tanaman obat yang bisa ditanaman dari bibit?) dan satu jenis pohon besar (jenis pohonnya sudah terpikir, tapi masih perlu dipertimbangkan kembali :p).
Catatan 3 :
Jika waktunya nanti tiba untuk saya berumah tangga, saya ingin punya rumah dengan halaman yang luasnya cukup untuk ditanami dua pohon mahoni (pokoknya nanti suami saya harus mau halaman rumah kami ber-mahoni *super maksa*). Oh ya, dan saya ingin menanamnya secara generatif, bukan vegetatif. Saya ingin tahu, bagaimana pohon kesukaan saya itu tumbuh dan menjadi besar :)
. . . . . . .
Bukankah menyaksikan bagaimana sesuatu tumbuh seperti tanaman itu sesuatu yang memberikan perasaan hangat ke dalam hati?
Lalu, katakanlah ada satu lapangan berumput yang luas [bernama hati] di mana kita bisa menanam apa saja di sana. Lalu, diberikan pada kita bibit yang kita tidak tahu akan menjadi tanaman apakah itu [bisa jadi adalah asal mula suatu rasa]. Lalu, dengan sedikit memejamkan mata, menarik nafas dan tersenyum, ditanamlah bibit tadi [katakanlah ini ibarat memutuskan untuk menjadi berani mengambil resiko, untuk memenuhi rasa ingin tahu "apakah sebenarnya perasaan ini?" atau sekedar menjawab kata hati].
Bukahkah dibutuhkan waktu, sedikit atau banyak, untuk memastikan tanaman apa yang akan tumbuh, apakah dia sesuai dengan apa yang kita bayangkan dan kita inginkan [apakah perasaan ini sesuai dengan ketetapannya?]. Lalu bagaimana jika ternyata tanaman itu tidak sesuai dengan yang kita bayangkan dan kita inginkan tadi [dan ternyata perasaan itu bukan apa yang telah digariskannya]? Bagaimana jika binar-binar harap yang mengawali hari-hari pertama dia bertumbuh berakhir dengan hela nafas kecewa?
Tetapi, rasa, seperti tanaman, bukankah dia juga membutuhkan ruang juga waktu untuk lahir dan bertumbuh? Bisa saja dia menjadi benar seperti yang apa yang dibayangkan, bisa juga dia menjadi salah. Namun membiarkannya tumbuh dan menjadi apa yang telah ditentukan baginya, bukankah merupakan satu perhentian dalam perjalanan mendewasakan hati?
. . . . . . .
Dan untuk menjadi berani bertanya akan ketetapannya yang sejati, saya (mungkin) hanya perlu sedikit memberikan rasa percaya. Pada diri saya sendiri. Juga padanya.
2 comments:
saya juga, mau kasih bibit untuk souvenir. tapi tanaman yg bisa digunakan. kl pohon gede belom tentu semuanya punya lahan,
bibit apa ya kira2?
saya juga masih nyari Fa, kira2 apa aja yg bisa ditanem pake bibit. kepikirannya tanaman obat ato bumbu dapur gitu...tapi belum nemu euy..
Post a Comment