13.3.11

28 #4

Berjalan pada setapak sendiri, betapapun sempit dan berkerikil, semua orang yang melihat dari samping bisa dipastikan akan bertanya, "kamu mau ke mana? untuk apa kamu ke sana? di sana kamu mau melakukan apa? setelah itu apa rencanamu? apa kamu yakin itu benar-benar tujuan kamu? kalau ternyata kamu salah jalan bagaimana?" Dan mungkin akan ada deretan pertanyaan lainnya yang tidak habis-habis.

Salahkan pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul? Tentu saja tidak.

Lalu, salahkah juga kalau lantas kita lebih memilih untuk menjawab, "tidak tahu." Yah, secara logika, kita memang tidak pernah tau bukan setapak yang sedang kita jalani ini akan membawa kita ke mana? Bahwa kita mempunyai cita-cita yang terus hidup di kepala dan juga di hati sepanjang kita melakukan perjalanan tersebut, bukan suatu penanda jalan ini akan membawa kita ke terwujudnya cita-cita kita itu.

Tentu, pada akhirnya jawaban "tidak tahu" tadi bukan sekedar masalah benar atau salah.

.

Bagi saya sendiri, selama saya belum bisa meyakini dalam hati bahwa Tuhan menciptakan satu setapak yang sama untuk lebih dari satu orang, sebaiknya saya bersyukur dengan deretan pertanyaan tadi. Bukankah dengan adanya keragu-raguan, kebenaran akan tetap melayang-layang, dipertanyakan, dan nantinya akan terus menjadi titik awal peradaban-peradaban baru sepanjang perjalanan manusia mewujudkan arti keberadaannya di dunia.

No comments: