8.3.11

sidang 1 dan catatan sepertiga perjalanan.

7 Maret 2011 kemarin saya maju sidang 1 tesis. Ehm, yang paling penting dari sidang 1 ini, kalau kata dosen-dosen dan senior-senior saya, adalah kita bilang apa topik tesis kita, kenapa kita ambil topik itu, apa tujuannya, bagaimana kita akan mengerjakannya, ditambah dengan teori-teori yang menjadi dasar penyusunan kerangka si tesis, dan tentunya penjelasan tentang lokasi yang kita pilih sebagai kasus studi.

Walaupun sejujurnya saya lega sekali bisa sidang 1 secepat ini *lega dan ngos-ngosan sebenarnya...hosh*, tetap saja rasa nggak puas itu ada *pastinya*. Banyak sekali bahan, yang menurut saya, belum masuk di tiga bab pertama ini *rese banget deh saya*. Malam sebelum sidang saya panik sendiri waktu menyiapkan presentasi. "aduh! harusnya buku ini saya habis baca sebelum sidang 1! aduh, belum bikin kategorisasi koridor-koridor jalan hasil survey! aduh, studi presedennya kurang!" adalah tipikal celetukan-celetukan yang keluar sepanjang saya mengurung diri di kamar. Yang membuat gregetan adalah sebenarnya bahan-bahannya ada tapi nggak sempat saya olah lebih jauh lagi. Untungnya ada komik online Fruit Basket yang selalu menghibur saya di tengah-tengah panik tadi. *pletak! bukan panik itu namanya.*

Padahal niat saya maju sidang pertama ini, secepat-cepatnya, adalah akhir minggu ini, hari Kamis atau Jumat lah. Tapi kejadiannya adalah : saya maju asistensi dengan kompilasi semua bahan untuk sidang 1, dengan niat mau bertanya apa kira-kira yang kurang untuk sidang 1 nanti, di hari selasa minggu lalu. Setelah selesai asistensi itulah saya setengah dipaksa untuk sidang minggu depan, hari Senin, yang mana adalah kemarin. Saya cuma bisa bengong. Bahan belum lengkap. Laporan baru sampai bab 1. Tapi harus sidang enam hari lagi dan harus memasukkan laporan hari Jumat itu juga, atau tiga hari dari hari Selasa itu. Keluar ruangan, saya setengah mau ketawa, setengah mau nangis.

Tapi. Akhirnya ya saya sidang juga. Fiuh... *betul kan harusnya saya masih ngider-ngider nyari data... tapi nggak apa-apa, malah jadi lebih terarah untuk ke depannya*

Terus, dari sepertiga perjalanan ini kira-kira inilah yang saya dapat :
1. Ternyata kalau urusannya sudah menyangkut hal-hal yang saya suka, saya itu sangat ambisius. Cuma sayangnya memang nggak keliatan di ipk. *loh kok bawa-bawa nilai* *dan tiba-tiba ada suara latar "emang biasanya nggak ambisius? elo Wid? nggak salahhh??" yaa bukan salah saya kan kalau keambisiusan saya banyak kalahnya sama kengalahan saya?* *pletak (lagi)* Ini agak gawat, karena tanpa sadar saya jadi asik sendiri dengan apa yang saya kerjakan, yang buntut-buntutnya...

2. Membuat saya sedikit lebih defensif daripada biasanya. Eh, tapi sejujurnya saya juga nggak tahu. Apakah ini memang saya yang (merasa) defensif, atau saya (merasa) orang lain ofensif terhadap saya? Punya sensitifitas berlebih untuk hal-hal yang cenderung negatif begini memang menyebalkan sekali :(

3. Tapi, mau nggak mau saya memang harus mengaku, saya nggak suka sekali melihat orang mati-matian jungkir-balik belajar keras untuk membuktikan bahwa pemikiran orang lain itu salah, ketimbang mati-matian jungkir-balik belajar keras untuk membuktikan bahwa pemikirannya sendiri benar. Toh, kalau memang sudah terbukti pemikirannya benar, itu kan nggak lantas membuat pemikiran orang lain jadi salah. Katakanlah, sama-sama mau ke Jakarta, tapi yang satu berangkat dari Bandung, yang satu dari Cirebon. Dengan catatan dari awal bahwa jarak tidak menjadi masalah, lalu apakah ada yang bisa membuat perjalanan Bandung-Jakarta itu lebih benar daripada Cirebon-Jakarta dan sebaliknya? Apa untuk ke Jakarta, yang dari Cirebon harus ke Bandung dulu atau yang dari Bandung harus ke Cirebon dulu? Bukankah lebih penting masing-masing berkonsentrasi membuat perjalanannya itu menyenangkan, melewati jalur yang betul, tidak nyasar dan akhirnya bisa sampai di Jakarta dengan selamat. Ampun deh. Pelangi itu kan tujuh warna. *nggak nyambung deh* *nomor tiga ini memang edisi emosi*

4. Ternyata berpikir acak itu menyenangkan sekali ya :)) *tertawa lebar* Di sini saya baru merasakan pentingnya struktur berpikir. Pikir-pikir, untuk apalagi struktur berpikir kalau berpikirnya sudah terstruktur. Tapi kali ini saya merasakan asiknya membuat si struktur berpikir menjadi track perjalanan yang menyenangkan dan menikmati asiknya belok kiri dan kanan sepanjang perjalanan tesis ini, seasik belok kiri dan kanan di Kota Sejuta Gang (julukan baru saya untuk kota kecintaan saya). Tentunya karena saya jadi sadar bahwa ada jalan utama tempat saya harus kembali dan tata.

5. Bahwa keseimbangan itu penting sekali. Di awal-awal masa tesis ini, saya mulai bermain piano kembali. Setelah tujuh tahun. Betul. Tujuh tahun. Jari-jari ini rasanya super kaku. Tapi untungnya saya masih bisa membaca partitur. Tentu saja. Ini andalan saya. Dibandingkan bermain piano dengan melihat tuts dan merasakan nada-nada yang keluar, saya lebih suka melotot pada partitur, membaca nada apa itu dan membiarkan jari-jari saya mencari tempatnya di atas tuts. Yang mana saja nggak apa-apa kan? Namanya juga menikmati musik. Semua orang punya caranya masing-masing ;p Dan saya baru menyadari betapa beruntungnya saya punya piano ini. Dan betapa beruntungnya saya pernah dibiarkan belajar piano untuk waktu yang sangat lama *walo rasanya kemampuan sih nggak maju-maju*. Dan betapa beruntungnya saya bisa membaca partitur-partitur musik yang indah-indah itu (dan beruntung pula saya bisa memilikinya tentunya). Jadi, walau mungkin kepekaan musik saya nggak bagus-bagus amat, saya tetap bisa sangat menikmatinya dengan cara saya sendiri. Saya senang sekali. Dan kesenangan yang sederhana ini ternyata bisa membuat saya juga jadi menikmati perjalanan mengerjakan tesis yang lumayan menekan (walaupun menyenangkan) ini. Yang pasti, membuat saya (merasa) lebih tenang :) *salah satu alasan saya bertahan les piano dulu adalah untuk melatih konsentrasi dan mengendalikan emosi...betul kan, begitu berhenti les piano, emosi saya langsung tak terkendali :))*

Baiklah. Cukup istirahat sehari saja. Sudah boleh sidang lebih cepat, setelah ini kecepatannya justru harus semakin bertambah. Dan, oh iya, saya tidak mengejar apa-apa loh. Yang membuat saya terpacu itu pada dasarnya cuma dua : kalau lihat kalender dan kalau lihat rekening tabungan. Sederhana sekali kan? *loh kok jadi curhat* Dan pastinya adalah kebahagiaan boleh menggabungkan ilmu rancang kota (yang selalu saya lirik tapi nggak mau dilirik sama saya itu) dan ilmu lanskap (sekolah saya saat ini).

Dan nggak lupa, selalu, gambar jembatan merah di pantai barat dan plang 5th avenue di pantai timur :)

No comments: