19.7.13

[catatan] tentang memilih.

"Ayah tak ingin kau menjadi seseorang yang tak bisa memilih sepertiku. Ayah terpesona oleh banyak hal, mengelana ke berbagai macam pemikiran tanpa punya keyakinan yang tetap. Aku hanya yakin pada diri sendiri, bahwa keinginanku hanya terus-menerus berlayar. Atau menggunakan bahasa Maman, aku terbang seperti burung camar tanpa ingin hinggap. Akibatnya, nasib yang memilihku. Bukan aku yang menentukan nasib."

[Pulang, Leila S. Chudori - hal. 448]

------------------------------
"Tetapi di kejauhan itu aku malah melihat Alam yang duduk sendirian di bawah pohon kamboja. Dia menatapku terus-menerus, terpusat padaku dan mengikat aku. Sedangkan di belakangku ada Narayana. Ayah, kau benar. Lebih mudah untuk tidak memilih, seolah tak ada konsekuensi. Tetapi seperti katamu, memilih adalah jalan hidup yang berani."

[Pulang, Leila S. Chudori - hal. 450-451]

..........

Saya lupa kapan terakhir kali saya sedemikian terpesona dengan buku yang saya baca, sampai-sampai saya tidak mau melepaskannya dan merasa harus menamatkannya saat itu juga. Saya lupa kapan terakhir kali saya begitu larut dalam untaian kalimat yang bercerita tentang hal yang sama sekali asing bagi saya.

Semua gara-gara "Pulang", sebuah novel karya Leila S. Chudori yang, jujur saja, awalnya saya beli hanya semata rasa penasaran saya. Begitu banyak orang yang merekomendasikan buku ini. Begitu banyak ulasan positif yang diberikan kepada sang penulis. Membaca sinopsisnya saja tidak cukup menggerakkan saya, hingga untuk beberapa lama buku tersebut hanya menjadi pengisi rak buku saja. Ketika beberapa hari yang lalu saya tetiba merasa ingin membacanya dan mengambilnya begitu saja dari rak, saya tidak menyangka akan merasa harus menghabiskan 451 halaman itu secepat-cepatnya.

Judul buku ini begitu dekat dengan sebuah keseharian, pulang. Saya tidak menyangka bahwa 'konsep' pulang dalam buku ini adalah sangat sederhana, sekaligus sangat asing. Buku ini menampar saya, melelehkan air mata pada beberapa penggal cerita, menaikkan temperatur hati pada beberapa baris yang menyala, memberikan rasa dingin yang rasanya lama sekali berganti dengan rasa hangat, dan akhirnya memutar-balikkan beberapa hal yang saya yakini selama ini (yakini? Mungkin tidak belum sedemikian).

Dua potong bait dari buku ini yang saya kutip di atas, adalah bagian terbaik dari buku ini, bagi saya. Begitu banyak akar untuk ditelusuri. Begitu banyak cabang untuk dijelajahi. Begitu banyak pilihan, bahkan untuk sebuah sejarah, untuk diyakini. Ternyata. Saya tidak pernah cukup bertanya rupanya. 

Sebuah "pulang", belum pernah senyata ini. Belum pernah seasing ini.

.....

Ingin sekali menumpahkan "pulang", apa daya hati tak sampai.

No comments: